PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN
ISLAM
Disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Ilmu
Pendidikan Islam
Doden pengampu:
Dr.
H. Sumedi, M. Ag.
Disusun
oleh :
Nama
: Dian Lestari
Kelas
: PGRA II B
NIM
: 15430079
No.Ab
: 37
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN GURU RAUDLATUL ATHFAL
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena dengan rahmat, karunia, serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah Ilmu Pendidikan Islam dengan materi pembahasan “Peserta didik dalam pendidikan Islam”
ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami
berterima kasih pada Bapak H.
Sumedi, M.Ag . selaku dosen mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam yang telah memberikan tugas ini
kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan, pengetahuan serta penunjang atau referensi materi mata kuliah
Ilmu Pendidikan Islam terkait dengan “Peserta didik dalam pendidikan Islam”.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran
dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan
datang.
Semoga makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi
kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan.
Yogyakarta,
6 Maret 2016
Penyusun
PENDAHULUAN
Menurut
UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1, pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhalak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
pendidikan dapat berlangsung jika
memenuhi unsur-unsur yang ada di
dalamnya, salah satunya peserta didik.
Peserta didik merupakan komponen
penting dalam sistem pendidikan Islam. Peserta didik, tidak hanya
sekedar objek pendidikan, tetapi pada saat-saat tertentu akan menjadi subjek
pendidikan. Hal ini membuktikan bahwa posisi peserta didik tidak hanya sekedar
pasif. Akan tetapi peserta didik harus aktif, kreatif dan dinamis dalam
berinteraksi dengan gurunya, sekaligus dalam upaya pengembangan keilmuannya.
Peserta didik dalam perspektif
pendidikan Islam memiliki karakteristik tersendiri yang sesuai dengan
karakteristik pendidikan islam itu sendiri. Karakteristik ini akan membedakan
konsep peserta didik dalam pandangan pendidikan lainnya. Hal ini dapat
ditelusuri melalui tugas dan persyaratan ideal yang harus dimiliki oleh peserta
didik yang dikehendaki oleh islam dan tidak terlepas dari landasan ajaran islam itu
sendiri, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah yang menginginkan perkembangan peserta
didik tidak bertentangan dengan ajaran kedua landasan tersebut.
1. Apa
hakikat peserta didik ?
2. Apa
pengertian peserta didik?
3. Apa
saja hak dan kewajiban peserta didik ?
4. Apa
kebutuhan peserta didik ?
5. Bagaimana
kode etik peserta didik ?
6. Apa
dimensi-dimensi peserta didik yang akan dikembangkan ?
7. Apa
implikasi dimensi-dimensi peserta didik terhadap materi pendidikan ?
8. Bagaimana
perkembangan peserta didik ?
9. Bagaimana
pengaruh lingkungan terhadap peserta didik ?
1. Mengetahui
hakikat peserta didik.
2. Mengetahui
pengertian peserta didik.
3. Mengetahui
hak dan kewajiban peserta didik.
4. Mengetahui
kebutuhan peserta didik.
5. Mengetahui
kode etik peserta didik.
6. Mengetahui
dimensi-dimensi peserta didik yang akan dikembangkan.
7. Mengetahui
implikasi dimensi-dimensi peserta didik terhadap materi pendidikan.
8. Mengetahui
perkembangan peserta didik.
9. Mengetahui
pengaruh lingkungan terhadap peserta didik.
PEMBAHASAN
Peserta
didik merupakan raw input (bahan
mentah) dalam proses transformasi pendidikan yang mempunyai berbagai potensi
atau fitrah yang dapat dipahami sebagai kemampuan atau hidayah yang bersifat
umum dan khusus, antara lain sebagai berikut.
a. Hidayah wujdaniyah,
yaitu potensi manusia yang berwujud insting atau naluri yang melekat dan
laangsung berfungsi pada saat manusia dilahirkan dimuka bumi.
b. Hidayah hisyiyah,
yaitu potensi Allah yang diberikan pada manusia dalam bentuk kemampuan indrawi
sebagai penyempurna hidayah wujdaniyah.
c. Hidayah aqliyah,
yaitu potensi akal sebagai penyempurna dari kedua hidayah di atas. Dengan
potensi akal ini manusia mampu berfikir dan berkreasi menemukan ilmu
pengetahuan sebagai bagian dari fasilitas yang diberikan kepadanya untuk fungsi
kekhalifahan.
d. Hidayah diniyyah,
yaitu petunjuk agama yang diberikan pada manusia yang berupa
keterangan-keterangan tentang hal-hal yang menyangkutkan keyakinan dan atau
perbuatan yang tertulis dalam Al-Quran dan Hadist.
e. Hidayah taufiqiyyah,
yaitu hidayah yang sifatnya khusus. Sekalipun agama telah diturunkan untuk
keselamatan manusia, tetapi banyak manusia yang tidak menggunakan akal dalam
kendali agama. Untuk itu, agama menuntut manusia agar manusia senantiasa
melakukan upaya memperoleh dan diberi petunjuk yang lurus berupa hidayah dan
taufiq guna selalu berada dalam keridhaan Allah.
Quraish
Shihab berpendapat bahwa untuk menyukseskan tugas-tugas kekhalifahan di bumi,
Allah melengkapi manusia dengan potensi-potensi antara lain:
a. Kemampuan
untuk mengetahui sifat-sifat, fungsi, dan kegunaan segala macam benda.
b. Ditundukan
ke bumi, langit, dan segala isinya, bintang-bintang planet, dan sebagainya oleh
Allah.
c. Potensi
akal pikiran serta pancaindra.
d.
Kekuatan positif untuk mengubah corak
kehidupan manusia.
Disamping
potensi yang bersifat seperti di atas, manusia juaga dilengkapi dengan potensi
yang negatif yang merupakan kelemahan manusia, antara lain :
a. Potensi
untuk terjerumus dalam godaan hawa nafsu setan. Hal ini di gambarkan dengan
upaya setan menggoda Adam dan Hawa sehingga keduanya melupakan perintah Allah
untuk tidak mendekati pohon terlarang;
b. Banyak
masalah yang tak dapat dijangkau oleh pikiran manusia, khususnya menyangkut
diri, masa depan, dan banyak hal lain yang menyangkut kehidupan manusia.[1]
Peserta didik adalah makhluk yang
berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya
masing-masing, mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju
kearah titik optimal kemampuan fitrahnya.
Didalam pandangan yang lebih modern
anak didik tidak hanya dianggap sebagai objek atau sasaran pendidikan,
melainkan juga mereka harus diperlukan sebagai subjek pendidikan, diantaranya
adalah dengan cara melibatkan peserta didik dalam memecahkan masalah dalam
proses belajar mengajar. Berdasarkan pengertian ini, maka anak didik dapat
dicirikan sebagai orang yang tengah memerlukan pengetahuan atau ilmu, bimbingan
dan pengarahan.
Dasar-dasar kebutuhan anak untuk
memperoleh pendidikan, secara kodrati anak membutuhkan dari orang tuanya.
Dasar-dasar kodrati ini dapat dimengerti dari kebutuhan-kebutuhan dasar yang
dimiliki oleh setiap anak dalam kehidupannya, dalam hal ini keharusan untuk
mendapatkan pendidikan itu jika diamati lebih jauh sebenarnya mengandung
aspek-aspek kepentingan, antara lain :
a. Aspek
Paedogogis.
Dalam aspek ini para pendidik
mendorang manusia sebagai animal educandum, makhluk yang memerlukan
pendidikan..
b. Aspek
Sosiologi dan Kultural.
Menurut ahli sosiologi, pada
perinsipnya manusia adalah moscrus, yaitu makhluk yang berwatak dan
berkemampuan dasar untuk hidup bermasyarakat.
c. Aspek
Tauhid.
Aspek tauhid ini adalah aspek
pandangan yang mengakui bahwa manusia adalah makhluk yang berketuhanan, menurut
para ahli disebut homodivinous (makhluk yang percaya adanya Tuhan) atau disebut
juga homoriligius (makhluk yang beragama).
Secara
etimologi peserta didik adalah anak didik yang mendapat pengajaran ilmu. Secara
terminologi peserta didik adalah anak didik atau individu yang mengalami
perubahan, perkembangan sehingga masih memerlukan bimbingan dan arahan dalam
membentuk kepribadian serta sebagai bagian dari struktural proses
pendidikan. Dengan kata lain peserta didik adalah seorang individu yang tengah
mengalami fase perkembangan atau pertumbuhan baik dari segi fisik dan mental
maupun fikiran.[2]
Peserta
didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui
proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan
tertentu ( Undang-Undang Sikdisnas, Pasal 1 Ayat 4). Dalam pendidikan islam,
yang menjadi peserta didik bukan hanya anak-anak, melainkan juga orang dewasa
yang masih berkembang, baik fisik maupun psikis. Hal itu sesuai dengan prinsip
bahwa pendidikan islam berakhir setelah seseorang meninggal dunia. Buktinya,
orang hampir wasat masih dibimbing mengucapkan kalimat tauhid.
Sebutan
untuk peserta didik beragam. Di lingkungan rumah tangga, pesrta didik disebut
anak. Di sekolah atau madrasah, ia disebut siswa. Pada tingkat pendidikan
tinggi, ia disebut mahasiswa. Didalam lingkungan pesantren disebut santri.
Sedangkan dilingkungan majelis taklim, ia disebut jamaah (anggota).
Dalam
bahasa arab juga terdapat term yang
bervariasi. Diantaranya thalib,
muta’allim, dan murid. Thalib berarti orang yang menuntut ilmu.
Muta’allim berarti orang yang
belajar, dan murid berarti orang yang
berkehendak atau ingin tahu.[3]
Dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun
2003 pada pasal 1 ayat 4 disebutkan bahwa peserta didik adalah masyarakat yang
berusaha mengembangkan potensi diri melaluli proses pembelajaran yang tersedia
pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Kemudian, pada pasal 6 ayat
1 disebutkan bahwa setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas
tahun wajib mengikuti pendidikan dasar (SD dan SMP). Pada pasal 12 disebutkan
bahwa:
Setiap
peserta didik pada setiap satuan pendidikan (SD, SMP, dan SMA) berhak:
a. Mendapatkan
pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik
yang seagama;
b. Mendapatkan
pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat,minat, dan kemampuannya;
c. Medapatkan
beapeserta didik bagi yang berpartisipasi yang orang tuanya tidak mampu
membiayai pendidikannya;
d. Mendapatkan
biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai
pendidikannya;
e. Pindah
ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara;
f. Menyesuaikan
program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak
menyimpang dari ketenttuan batas waktu yan ditetapkan.[4]
Suatu
hal yang juga diperhatikan oleh seorang pendidik dalam mengajar, memimbing, dan
melatih muridnya adalah “ kebutuhan murid”.
Al-Qussy
membagi kebutuhan manusia (peserta didik) dalam dua kebutuhan pokok, yaitu:
a. Kebutuhan
primer, yaitu kebutuhan jasmani seperti makan, minum,seks,dan sebagainya.
b. Kebutuhan
sekunder, yaitu keutuhan ruhaniah.
Selanjutnya
ia membagi kebutuhan ruhainiah kepada enam macam, yaitu:
a. Kebutuahn
akan rasa kasih sayang,
b. Kebutuhan
akan rasa aman,
c. Kebutuhan
akan rasa harta diri,
d. Kebutuhan
akan rasa bebaas,,
e. Kebutuhan
akan rasa sukses.
f. Kebutuhan
akan suatu kekuatan pembimbing atau pengendalian diri manusia, seperti pengetahuan
lain yang adaa pada pada setiap manusia yang berakal.( Abdul Aziz
Al-Qussy,1974:177).
Selanjutnya
Law Head membagi kebutuhan manusia sebagai berikut.
a. Kebutuhan
jasmani, seperti makan, minum, bernafas, perlindungan, seksual, kesehatan dan
lain-lain.
b. Kebutuhan
ruhani, seperti kasih sayang, rasa aman, penghargaan, belajar, menghubungkan
diri dengan dunia yang lebih luas (mengembangkan diri), mengaktualkan dirinya
sendiri,dan lain-lain.
c. Kebutuhan
yang menyangkut jasmani-ruhani seperti istirahat, rekreasi, butuh supaya
setiap potensi fisik dapat dikembangkan
semaksimal mungkin, butuh agar setiap usaha atau pekerjaan sukses dan
lain-lain.
d. Kebutuhan
sosial, seperti diterima oleh teman-temannya secaara wajar, supay daat diterima
oleh orang yang lebih tinggi dari dirinya seperti orang tua, guru-guru, dan
pememimpinnya seperti kebutuhan untuk memperoleh posisi dan prestasi.
e. Kebutuhan
yang lebih tinggi sifatnya (biasanya dirasakan lebih akhir) merupakan tuntutan
ruhani yang kendalam, yaitu kebutuhan untuk meningkatkan diri yaitu kebutuhan
agama. (Jalaludin,1993:63)
Dapat
dilihat bahwa kebutuhan yang paling esensial adalah kebutuhan terhadap agama.
Agama dibutuhkan karena manusia memerlukan orientasi dan objek pengabdian dalam
hidupnya. Oleh karena itu, para ahli menyebut bahwa manusia adalah makhluk yang
beragama (homo religius).
Sifat-sifat
dan kode etik peserta didik merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan dalam
proses belajar mengajar, baik langsung maupun tidak langsung. Al-Ghazali
merumuskan sebelas pokok kode etik peserta didik, yaitu sebagai berikut:
a. Belajar
dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub
kepada Allah. Sehingga dalam kehisupan sehari-hari peserta didik dituntut untuk
selalu menyucikan jiwanya dari akhlak yang rendah dan watak tercela.
b. Mengurangi
kecenderungan pada duniawi dibandingkan masalah ukhrawi.
c. Bersikap
tawadhu’ (rendah hati) dengan cara
meninggalkan kepentingan pribadi untuk kepentingan pendidiknya.
d. Menjaga
pikiran dari pertentangan yang timbul dari berbagai aliran.
e. Mempelajari
ilmu-ilmu yang terpuji, baik untuk ukhrawi maupun duniawi.
f. Belajar
dengan bertahap atau berjenjang dengan memulai pelajaran yang mudah (konkret)
menuju pelajaran yang sukar (abstrak) atau dari ilmu yang fardhu’ain menuju fardhu kifayah.
g. Belajar
ilmu sampai tuntas untuk kemudian beralih pada ilmu yang lainnya, sehingga
peserta didik memiliki spesifikasi ilmu pengetahuan secara mendalam.
h. Mengenal
nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari.
i.
Memprioritaskan ilmu diniyah sebelum
sebelum memasuki ilmu duniawi.
j.
Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi
suatu ilmu pengetahuan yaitu ilmu dapat bermanfaat, membahagiaan, dan
menyejahterakan, serta memberi keselamatan hidup didunia dan diakhirat.
k. Peserta
didik haarus tunduk pada nasihat pendidik, mengikuti prosedurdan metode yang
diajarkan oleh pendidik pada umumnya, serta diperkenankan bagi peserta didik
untuk mengikuti kesenian yang baik.[5]
Zakiyah
Derajat membagi manusia pada tujuh dimemsi pokok yang masing-masingnya dapat
dibagi kepada dimensi-dimensi kecil. Ketujuh dimensi tersebut antara lain
adalah dimensi fisik, dimensi akal, dimensi keberagaman, dimensi akhlak,
dimensi ruhani, dimensi seni dan dimensi sosial.
a. Dimensi
Fisik (Jasmani)
Fisik
atau jasmani terdiri atas organisme fisik. Organisme manusia lebih semourna
dibandingkan organisme-organisme makhluk hidup yang lain. Pada dimensi ini,
proses penciptaan manusia memiliki kesamaan dengan hewan ataupun tumbuhan,
sebab semuanya merupakan bagian dari alam.
Setiap
alam biotik memiliki unsur meteriil uang sama. Namun demikian, meskipun
memiliki kesamaan secara biologis, susunan penciptaan biologis manusia lebih
sempurna dibandingkan makhluk lain ciptaan Allah.
Nyawa
sebagai daya hidup merupakan fasilitas yang begantung pada kontruksi fisik.
Dengan kesempurnaan dan ruh yang diberikan Allah, manusia dapat bernafas, mrasa
sakit, haus, lapar, panas, dingin, keinginan seks dan sebaginya.
Jadi,
aspek jasmani memiliki dua unsur natur, yaitu natur konket berupa tubuh kasar
yang tamoak dan nutur abstrak berupa nyawa yang menjadi sumber kehidupan tubuh.
Aspek abstrak jasmani inilah yang mampu berinteraksi dengan aspek ruhani
manusia.
b. Dimensi
Akal (Inteletual)
Ada
enam fungsi akal bagi manusia, antara lain sebagai berikut:
a) Akal
adalah penahan nafsu. Dengan akal, manusia dapat mengerti apa yang tidak
dikehendaki oleh amanat yang dibebankan kepadanya sebagai sebuah kewajiban.
b) Akal
adalah pemikiran yang berubah-ubah dalam menghadapi sesuatu baik yang tampak
jelas maupun tidak jelas.
c) Akal
adalah petunjuk yang dapat memberikan hidayah dan perigatan.
d) Akal
adalah kesadaran batin dan pengaturan tingkah laku.
e) Akal
adalah pandangan batin yang berdaya tembus melebihi penglihatan mata.
f) Akal
adalah daya ingat mengambil dari yang telah lampau untuk masa yang sedang
dihadapi. Akal menghimpun semua pesan dari apa yang pernah terjadi untuk
menghadapi apa yang akan terjadi. Ia menyimpn, mewadahi, memulai, dan
mengulangi semua pengertian yang pernah disimpan. Akal dapat memahami setiap
perintah kebijakan dan memahami setiap larangan mengenai kejahatan.
Dalam
dunia pendidikan, fungsi kemampuan akal dari otak peserta didik dikenal dengan
istilah kognitif. Kognitif sebagai salah satu peranan
psikologis yang berpusat di otak meliputi perilaku mental yang berhubungan
dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah,
kesenjangan, dan keyakinan.
c. Dimensi
keberagaman (Emosi dan Spiritual)
Manusia
adalah makhluk yang berketuhanan atau disebut homodivinous (makhluk yang percaya Tuhan) atau disebut homoreligius (makhluk yang beragama).
Berdasarkan hasil riset mengatakan hampir seluruh psikolog sependapat bahwa
pada diri manusia terdapat semacam keinginan dan kebutuhan yang bersifat bersifat
universal. Kebutuhan ini melebihi kebutuhan-kebutuhan lainnya, bahkan mengatasi
kebutuhan akan kekuasaan. Keinginan akan kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan
kodrat, berupa keinginan untuk mencintai dan dicintai Tuhan. Dalam pandangan
islam, sejak lahir manusia telah mempunyai jiwa agama, yaitu jiwa yang mengakui
adanya Dzat yang Maha Pencipta dan Maha Mutlak,yaitu Allah.
d. Dimensi
Akhlak (Etika)
Salah
satu dimensi manusia yang sangaat diutamakan dalam pendidikan adalah akhlak.
Pendidikan agama berkaitan erat dengan pendidikan akhlak. Pendidikan akhlak
yang mulia merupakan tujuan utama pendidikan. Hal ini dapat ditarik relevannya
dengantujuan Rasulullah diutus oleh Allah:
“Sesungguhya saya diutus untuk
menyempurnakan budi pekerti” (HR. Bukhari)
e. Dimensi
Ruhani (Kejiwaan)
Dimensi
kejiwaan merupakan suatu dimensi yang sangat penting dan memiliki pengaruh
dalam mengendalikan keadaan manusia agar
dapat hidup sehat, tentram, dan bahagia. Menurut Al-Ghazali manusia adalah
makhluk yang diciptakan dari tubuh yang dapat dilihat dai pandangan dan juwa
yang bisa ditanggapi oleh akal. Tubuhnya dikaitkan dengan tanah dan ruhnya. Ruh
ialah apa yang diketahui sebagi jiwa. Dalam konteks ini Al-Ghazali membagi ruh
ke dalam dua bentuk sebagi berikut.
a) Al-ruh, yaitu
daya manusia untuk mengenal dirinya sendiri, mengenal Tuhannya dan mencapai
ilmu pengetahuan sehingga dapat menentukan kepribadian manusia sekaligus
menjadi motivator bagi manusia dalam melaksanakan perintah Allah.
b) Al-nafs.yang
berarti panas alami yang mengalir pada pembuluh-pembuluh nadi, oto-otot, dan
syaraf manusia. Al-nafs dalam konteks
ini disebut nyawa (al-hayat) yang
membedakan manusia dengan benda mati, tetapi tidak membedakannya dengan dengan
makhluk lain seperti hewan dan tumbuhan karena sama-sama memiliki al-nafs.
f. Dimensi
Seni (Estetika)
Seni
adalah ekspresi ruh dan berdaya manusia yang mengandung dan mengungkapkan
keindahan. Seni merupakan bagian dari hidup manusia. Allah menganugrahkan
kepada manusia berbagai potensi ruhani maupun indrawi, nilai seni dapat
diungkapkan oleh perorangan sesuai dengan kecenderungannya, atau oleh
sekelompok masyarakat sesuai dengan budayanya, tanpa adanya batasan yang ketat
kecuali yang digariskan oleh Allah.
Dimensi
seni pada diri manusia tidak boleh diabaikan. Dimensi seni perlu ditumbuhkan
karena keindahan dapat menggerakkan dan menerangkan batin, memenuhi
relung-relung hati, meringankan eban kehidupan yang kadang menjemukan, dan
merasakan nilai-nilai, serta lebih mampu menikmati keindahan hidup.
Oleh
karena itu, seorang guru hendaknya mampu menggerakkan peserta didiknya untuk
mendapat mengembangkan dimensi seni, baik dalam bimbingan untuk merasakan dan
menghayati nilai-nilai seni yang ada pada alam ciptaan Allah. Juga, dalam
memotivasi mereka agar mampu mengungkapkan nilai-nilai seni tersebut sesuai
dengan bakat dan kemampuan merea masing-masing tanpa harus terlepas dari
bingaki-bingaki Illahiah.
g. Dimensi
Sosial
Seorang
manusia adalah makhluk individual dan secara bersamaan adalah makhluk sosial,
keserasian antara individu dengan masyarakat tidak mempunyai kontradiksi atara
tujuan sosial dengan tujuan individu. Dalam islam, tanggung jawab tidak sebatas
pada perorangan, tetapi juga sosial sekaligus. Tanggung jawab perorangan pada
pribadi merupakan asas, tetapi pada saat bersamaan ia tidak mengabaikan
tanggung jawab sosial yang merupakan dasar pembentukan masyarakat.
Masyarakat
yang baik menurut pandangan islam adalah masyarakat yang ikut merasakan
kesulitan-kesulitan oran lain (empati). Serta tumbuhnya rasa cinta dan
solidaritas terhadap sesamanya. Solaridaritas sosial mengandung pengertian yang
dalam, baik yang menyangkut rasa mencintai dan merasakan kepada pendieritaan
orang lain, berusaha meringankan eban yang dipikul mereka, sampai menyangkut
sikap yang menutupi kelemahan dan cacat tubuh saudaranya. Sikap ini tidak
mungkin timbul bila keimanan tidak tumbuh dalam seorang muslim.
Ketujuh
dimendi pada potensi peserta didik tersebut berimplikasi pada penentuan materi
pendidikan yang diajarkan pada peserta didik sebagi berikut.
a. Materi
Pendidikan Keagamaan (Spiritual Learning)
Pendidikan
keagamaan merupakam usaha awal untuk membangkitkan potensi spititual anak.
Disamping itu, pendidikan agama merupakan usaha pembekalan pengetahuan dan
kebudayaan islam. Hal terpenting pada usaha ini adalam menanamkan keyakinan
bahwa tiada Tuhan selain Allah, keimanan kepada para malaikat,kitab-kitab,
rasul-rasul dan hari akhir.
b. Materi
Pendidikan Rasional (Intellectual Learning)
Yang
dimaksud dengan pendidikan rasional adalah membekali anak sejak dini cara
berfikir jernih supaya anak terbiasa menyelesaikan setiap masalah dengan
menggunakan pertimbangan akal sehat. Pendidikan dasr-dasar sains dan tekhologi
harus dimulai sejak dini sebagai bekal agar anak di kemudian hari dapat
menyesuaikan diri dengan kemajuan tekhnologi modern, agar anak menjadi anggota
masyarakat yang berperadaban maju, bukan peradaban miskin dan terbelakang.
c. Materi
Pendidikan Jasmanidan Kesehatan (Physical
Learning)
Ada
tiga tujuan utama dalam pendidikan jasmani keseharan, yaitu:
a) Untuk
menjaga dan memelihara kesehatan badan seperti alat pernafasan, peredaran
darah, pencernaan, otot, dan sistem saraf, serta untuk melatih keterampilan dan
ketangkasan.
b) Memupuk
solidaritas sosial seperti gamar tolong-menolong dan setia kawan yang umumnya
dapat diwujudkan melalui permainan dan olahraga berkelompok (seperti sepak
bola)
c) Memupuk
perkembangan fungsi-fungsi kejiwaan seperti kecerdasan, inatan, kemauan, kerajinan,
ketekunan, kerajinan, kegigihan, keteguhan,dll.
d. Materi
Pendidikan Akhlak (Emotional and
Spiritual Learning)
Dalam
sistem pendidikan islam, pendidikan akhlak tidak dapat dipisahkan dari
pendidikan agama. Para ahli fisafat pendidikan islam sepkat bahwa pendidikan
akhlak adalah ruh pendidikan islam sebab tujuan tertinggi pendidikan islam
adalah mendidik manusia agar memilki jiwa dan akhlak mulia. Singkatnya, tujuan
utama pendidikan islam adalah mendidik budi pekerti dan pembinaan mental.
Tidak
diragukan lagi bahwa akhlak mulia merupakan buah dari keimanan yang merasuk ke
dalam kehidupan keagamaan anak. Oleh karena itu, bila anak sejak dini tumbuh
dan berkembang dengan dasar iman kepada Allah, dia akan memiliki kemampuan
untuk mencintai kebajikan dan keutamaan.
e. Materi
Pendidikan Sosial( Sosial Learing)
Materi
pendidikan sosial bagi anak-anak adalah pembiasaan sejak dini di dalam mematuhi
norma-norma sosial. Pendidikan sosial dimasa dini merupakn usaha untuk
membiasakan anak bergaul di masyarakat secara sopan. Hal ini dapat menjamin
keberadaan anak sebagai makhluk sosial yang berinteraksi dengan sesamanya
secara rukun dan damai. Usaha seperti inilah yang dapat menjamin terciptanya
apa yang disebut solidaritas sosial. Dengan demikian, akan terciptalah kesatuan
masyarakat yang bulat dan utuh sehingga ini dapat dilukiskan sebagai satu
tubuh.
a. Periode
Sekolah Dasar (SD)
Usia
peserta didik SD berada di dalam periode akhir masa kanak-kanak. Periode ini
ditandai dengan kondisi yang sangat memengaruhi penyesuaian pribadi dan
penyesuaian sosial anak. Karakteristik masa akhir kanak-kanak biasa diidentikan
dengan sebutan-sebutan menandai kecenderungan umum yang terjadi pada masa ini.
Karakteristik
anak-anak yang hampir besifat universal pada periode SD antara lain sebagai
berikut.
a) Meningginya
emosi yang intensitasnya sering bergantung pada tingkat perubahan fisik dan
psikologi.
b) Perubahan
tubuh, minat, dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial untuk dimainkan
dan menimbulkan masalah baru.
c) Terjadi
perubahan nilai-nilai disebabkan oleh perubahan minat dan perilakunya.
Semua
perubahan tersebut akhirnya berdampak pada perkembangan aspek kognitif,afektif
dan psikomotorik.
a) Perkembangan
aspek kognitif (kecerdasan)
Berkaitan
dengan kemampuan berfikir mencakup kemampuan intelektual mulai dari kemampuan
mengingat sampai dengan kemampuan memecahkan masalah. Perkembangan kognitif
pada masa kanak-kanak terjadi melalui
urutan yang berbeda. Tahapan ini membantu menerangkan cara berfikir, menyimpan
informasi, dan beradaptasi dengan lingkungannya.
b) Perkembangan
aspek afektif
Kemampuan
afektif berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem nilai, dan sikap hati yang
menunjukan penerimaan dan penolakan terhadap sesuatu. Pada masa akhir
kanak-kanak, anak sering mengalami emosi hebat. Meningginya emosi tersebut
dikarenakan kesadaran fisik dan lingkungan.
c) Perkembangan
aspek psikomotorik
Berkaitan
dengan keterampilan keterampilan motorik, yang berhubungan dengan anggota tubuh
atau tindakan yang memerlukan koordinasi antara syaraf dan otak. Perkembangan
psikomotorik peserta didik SD memiliki kekhususan antara lain ditandai dengan
perubahan-perubahan ukuran tubuh dan proporsi tubuh.
b. Periode
Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Perseta
didik usia SMP berada pada periode perkembangan yang sangat pesat dari segala
aspek. Perkembangan perssebut yang berhubungan dengan pendidikan yaitu,
pekembang aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
a) Perkembangan
aspek kognitif
Pada
tahap ini operasi mental pada anak tidak lagi terjadi pada objek konkret,
tetapi juga dapat diaplikasikan pada kalimat verbal atau logika. Yaitu tidak
hanya menjangkau keenyataan, tetapi juga kemungkinan serta tidak hanya
menjangkau masa kini, tetapi juga masa depan.
b) Perkembangan
aspek afektif
Afektif
dibgimenjadi lima tataran afektif yang berimplikasi pada perserta didik di SMP
sebagai berikut:
1) Sadar
akan situasi, fenomena di masyarakat dan objek di sekitarnya.
2) Responsif
terhadap stimulus-stimulus yang ada di lingkungan mereka.
3) Mampu
menilai
4) Sudah
mulai bisa mengorrganisasi nilai-nilai dalam suatu sistem dan menentukan
hubungan di antara nilai-nilai yang ada.
5) Sudah
mulai memiliki karakteristik dan mengetahui karakteristik tersebut.
c) Perkembangan
aspek psikomotorik
Perkembangan
aspek psikomotorik ini merupakan salah satu aspek yang perlu diketahui oleh
guru. Perkembangan aspek-aspek psikomotorik peserta didik SMP melalui
tahap-tahap berikut.
1) Tahap
kognitif
Tahap
ini ditandai dengan adanya gerakan-gerakan yang kaku dan lambat. Hal ini karena
peserta didik masih dalam taraf belajar mengendalikan gerakan-gerakannya.
2) Tahap
asosiatif
Tahap
ini pesert didik membutuhkan waktu yang lebih pendek untuk memikirkan tentang
gerakan-gerakan yang akan dilakukan. Meraka mulai dapat mengasosiakan gerakan
yang sedang dipelajarinya dengan gerakan yang sudah dikenalnya.
3) Tahap
otonomi
Tahap
ini peserta didik telah mencapai tingkat otonomi yang tinggi karna peserta
didik sudah tidak memerlukan kehadiran instruktur untuk melakukan
gerakan-gerakan. Pada tahap ini, gerakan-gerakan mereka telah dilakukan secara
spontan sehingga gerakan-gerakan yang dilakukannya tidak harus dipikirkannya
terlebih dahulu.
c. Perkembangan
peserta didik periode Sekolah Menengah
Atas (SMA)
Anak
usia SMA sebagai individu yang berada pada tahap yang tidak jelas dalam
rangkaian proses perkembangan individu, karena mereka ada pada periode transisi
yaitu periode kanak-kanak menuju periode dewasa.
Perubahan-perubahan
universal pada pemaja diantaranya adalah meningginya emosi yang intensitasnya
bergantung pada tingkat perubahan fisik da psikis, perubahan tubuh, perubahan
niat dan peraan. Perubahan tersebut akhirnya berdampak pada perkembangan aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
a) Perkembangan
aspek kognitif
Masa
remaja terjadi kematangan intelektualitas
yang berkembang bersamaan dengan kematangan seksualnya.selain itu
perubahan fisik dan sosial, juga terjadi dalam cara berfikir dan mengolah
informasi. Remaja mulai merasa bahwa pemecahan masalah merupakan pilihan
pribadi, bukan pendapat dari orang tua.
b) Perkembangan
aspek afektif
Masa
remaja dikenal dengan masa strorm and
stress , yaitu terjadinya pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan
fisik yang pesat dan pertumbuhan secara psikis yang bervariasi. Pergolakan
emosi yang terjadi pada remaja tidak lepas dari bermacam-macam pengaruh,
seperti pengaruh lingkunagn, keluarga, sekolah, teman-teman, serta aktivitas
yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari.
c) Perkembangan
aspek psikomotorik
Kemampuan
psikomotorik berkaitan dengan keterampilan motorik yang berhubungan dengan
anggota tubuh atau tindakan yang memerlukan koordinasi antara syaraf dan otak.
Perkembangan psikomotorik pada usia SMA memiliki kekhususan yang antara lain
ditandai oleh perubahan ukuran tubuh, ciri kelamin primer, dan ciri kelamin
sekunder.[6]
a. Pengaruh
lingkunagn keluarga
Orangtua
adalah orang yang paling berpeluang mempengaruhi peserta didik. Hal itu
ddimungkinkan karena meraka yang paling awal bergaul dengan anaknya, paling
dekat dalam berkomunikasi, dan paling banyak menyediakan waktu untuk anak,
terutama ketika anak masih kecil.
Selain
orangtua, anggota keluarga yang tinggal setempat dengan seseorang juga
berpengaruh besar. Besar kecilnya pengaruh masing-masing tergantung pada kadar
komunikasi dan kualitas pengaruh yang diberikan kepada peserta didik.
b. Pengaruh
teman
Teman
sangat berpengaruh dalam kehidupan seseorang. Ada oyang yang jelek berubah
menjadi baik setelah bberteman dengan orang baik. Sebaliknya, tidak sedikit
pula orang yang pada awalnya baik, kemudian berubah menjadi jelek setelah
bergaul dengan teman yang jelek.[7]
PENUTUP
Pada
dasarnya peserta didik merupakan elemen penting dalam pendidikan. Dalam
perspektif pendidikan islam peserta didik merupakan subjek dan objek. Oleh
karena itu proses kependidikan tidak akan terlaksana tanpa keterlibatan pesera
didik, di dalamnya. Peserta didik adalah
seorang individu yang tengah mengalami fase perkembangan atau pertumbuhan baik
dari segi fisik dan mental maupun fikiran. Peserta
didik dalam perspektif pendidikan Islam memiliki karakteristik tersendiri yang
sesuai dengan karakteristik pendidikan islam itu sendiri. Pesrta didik memiliki
hak dan kewajiban yang harus disikapi dan diaplikasikan oleh eserta didik
maupun pihak yang terkait dengan bijak. Peserta didik juga memiliki kode etik
dan dimensi-dimensi yang perlu dikembangkan serta diimplikasikan dalam materi
pelajaran agar peserta didik dapat tumbuh dan berkembang dalam aspek kognitif,
afektif dan psikomotorik. Pengaruh lingkungan sangat berkembangan peserta didik
baik daru keluarga maupun teman-temaan sekitar.
Dalam
prosesnya peran dari pendidik, orang tua, teman dan lingkungan sekitar sangat
penting untuk perkembangan peserta didik. Karena komponen tersebut memiliki
andil yang esar dalam mengetahui potensi, kompetensi dan kemampuan peserta
didik. Pendidik harus bisa melihat potensi peserta didik disekolah lewat proses
pembelajaran. Orang tua harus dapat berkomunikasi dan berkoordinasi dengan baik
dalam memecahkan masalah sert mengembangkan potensi siswa selama ada
dilingkungan keluarga. Dan peran teman sekitar harus mampu memberikan pengaruh
positif kepada peserta didik agar aspek kognitif, sfekti, dan psikomotorik
dapak berkembang dengan baik.
Dalam
pengumpulan materi pembahasan diatas tentunya kami banyak mengalami kekurangan
dan kesalahan, oleh karena itu hendaknya pembaca memberikan tanggapan dan
tambahan terhadap makalah kami. Sebelum dan sesudahnya kami ucapkan terima kasih.
Drs.
Umar Bukhari, M.Ag.2010.Ilmu Pendidikan Islam.Jakarta: Amzah.
Wiyani,
Novan Ardy, Barnawi.2012.Ilmu Pendidikan Islam.Yogyakarta: Ar Ruzz Media
http://profesormakalah.blogspot.co.id/2015/01/peserta-didik-dalam-pendidikan-islam.html
ONLINE 6 Maret 2016 pukul 9.36 WIB
[1] Novan Andry Wiyani dan Barnawi,Ilmu Pendidikan Islam,(Yogyakarta:
Ar-Ruzzmedia,2012), hlm. 127-130.
[3] Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan
Islam,(Jakarta:Amzah,2010),hlm.103.
[4] Novan Andry Wiyani dan Barnawi,op.cit.hm.130-131.
[5] Bukhari Umar, Op Cit.hlm.104-106.
[6]
Novan Ardy Widyani dan Barnawi, Op. Cit. Hlm.131-165
[7]
Bukhari Umar, Op.Cit.hlm.107-108
Tidak ada komentar:
Posting Komentar